21 September 2009

Melawat ke Sub Seksi Neraka Kumbang Beracun

Artikel ini sebenarnya saya sadur dari Buku Melawat Ke Alam Neraka, hasil terjemahan dari kitab “Ti Yi You Ci”. Dan saya persingkat, karena kitab ini sangat tebal. Saya hanya mengambil inti-intinya saja. Kitab ini dibuat atas titah Yang Maha Mulia Giok Hong Tai Tee (Kaisar Jade, Penguasa Tertinggi Centra Langit). Mungkin di antara para pembaca ada yang tidak percaya adanya hal ini. Tetapi saya hanya berharap Anda semua memikirkannya, agar kita tidak terperosok ke Alam Neraka, jika ternyata hal ini benar-benar ada. Saya hanya ingin membagi apa yang telah saya baca. Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada Team Penterjemah Ci Hua Thang, Yayasan Dharma Abadi Semarang. Kepada Para Buddha dan Bodhisatava, serta Para Dewa dan Roh Suci. Kitab ini berisi perjalanan Mediator Utama yang memegang Pena Sakral bernama Yang Sheng dengan dibimbing oleh Budha Hidup Ci Kung ke Alam Neraka.

Tujuan dari pembuatan kitab ini adalah untuk mengingatkan manusia akan keadaan neraka, agar manusia bisa mempunyai gambaran tentang tragisnya keadaan arwah berdosa di alam neraka, dan akhirnya menjadi sadar.

Semoga artikel ini berguna untuk kita semua. Saya mohon maaf jika ada kesalahan dalam menyadur.

Babak ke 27
Melawat Ke Sub Seksi Neraka Kumbang Beracun

"Menganut dan bernaung pada para Buddha dan para Suci haruslah
menunjukkan ketulusan hati yang sejati,
Tanggalkan pisau potongmu, para roh halus pun akan terharu,
Tentang kaidah "Tiga Bersih dan Empat Lurus"
hendaknya perlu dijaga,
Terbukalah awan langit yang cerah untuk ditelusuri hingga
sampai ke kota istana Surga.."

Sungguh tak mudah membina diri hingga bisa mencapai tingkat kedewaan; Apalagi ingin menjaga hati agar mencapai tingkatan para Suci. Di alam dunia banyak berdiri bangunan kelenteng, vihara, kuil, pura dan tempat ibadah lainnya, papan namanya mentereng, berkutat dalam pembahasan kitab Sutra (kitab Keng) dan berdiskusi tentang ilmu metafisika yang dalam-dalam, menjalankan meditasi dan samadhi untuk menyelami hakekat kesunyataan, sebenarnya merupakan tempat untuk melintaskan umat, bagaikan surga di dunia. Tetapi pada zaman sekarang, tak sedikit yang mengatasnamakan para Suci dan para Dewa, secara diam-diam melakukan siasat yang merusak moralitas, atau mengkomersilkan sesuatu yang suci dan sakral, atau membuat patung untuk dijadikan obyek wisata. Banyak variasinya, sehingga kasus memungut harta secara ilegal dan menggaet atau mempesona wanita terus bermunculan. Ini jelas menodai dan melecehkan para suci, dosa atas menipu umat, merugikan dan mencelakakan orang tidaklah sedikit. Hukum Neraka sangatlah keras, sama sekali tiada ampun.

Tampak banyak petugas Neraka sedang mengawal roh dosa masuk ke Penjara Neraka. Sepanjang jalan mereka dicambuki, tangisan dan rintihannya membuat pilu hati orang yang mendengarkannya, apa sebenarnya dosa mereka?

Semasa hidup orang-orang golongan ini menggantungkan hidupnya dari tempat peribadatan, makannya terlalu kenyang, maka setelah meninggal perlu ditindak dalam Kuasa Neraka. Keadaan lebih rincinya tunggu sesudah masuk meninjau ke dalam Neraka baru akan menjadi jelas semuanya.

Neraka ini bernama "Sub seksi Neraka Kumbang Beracun", ada di bawah kekuasaan Astana ke empat. Neraka ini termasuk penambahan baru, karena belakangan ini, orang yang berdosa cenderung terus bertambah. Ketua Pembina Neraka secara khusus menambahkan Neraka ini pada Astana ke Empat, untuk menghajar para roh dosa.

Astaga! Di dalam penuh dengan kumbang, sebesar jempol, berwarna hitam, sepertinya sejenis kumbang kepala macan, kumbang-kumbang itu dengan ganasnya menyerang dan menyengat para terhukum, mereka menjerit-jerit, ingin melarikan diri tetapi tidak bisa, mereka semua berjubel di sudut-sudut tembok.

Kumbang-kumbang beracun ini mempunyai kecerdasan, tidak asal menggigit atau menyengat orang. Karena pada badan para roh dosa itu tersebar hawa yang kotor, maka kumbang-kumbang itu suka mendekatinya. Hal ini bisa dimisalkan demikian, jika keberadaan suatu tempat itu bersih, maka akan jauh dari kerumunan nyamuk dan lalat; sebaliknya barang yang kotor dan berbau, malah dihampiri nyamuk dan lalat.
Kumbang beracun ini tergolong makhluk sakral, khusus menggigit dan menyengat orang-orang yang semasa hidupnya meminjam nama Tuhan atau para Suci untuk menyiasati harta orang, atau menggaet wanita. Mereka dibuat tak berkutik, mau lari juga tak ada jalan keluarnya. Jika roh dosa mau lari, kumbang-kumbang itu malah mengejar dan menyengatnya, lihatlah, pada badan para roh dosa itu terdapat banyak luka di sana sini, lebih-lebih di bagian kepala terdapat pembengkakan. Rupanya racunnya bereaksi, mereka mencucurkan air mata, dengan tertunduk melindungi kepalanya dengan kedua tangan seraya melompat-lompat.

Sadis benar hukumannya, para roh dosa diserang oleh kumbang-kumbang dalam ruangan penjara yang tak seberapa besar, pintu penjara tertutup, tak bisa lari. Apa dosa mereka, sehingga dihukum kemari menerima siksa?
Dikeluarkan dua roh dosa untuk menceritakan tindak kejahatan semasa hidupnya.

RohDosa 1 : Malu benar jika saya katakan, saya kehilangan muka jika berjumpa dengan orang. Saya adalah pengikut salah satu Vihara Perguruan Roh Suci di bagian selatan pulau Taiwan. Karena masuk Vihara sudah beberapa tahun lamanya, saya diangkat menjadi Wakil Ketua Vihara tersebut. Pada suatu ketika, Vihara tersebut menyusun kitab melalui kehadiran Roh Suci yang singgah pinjam raga pada seorang senior, lalu menggerakkan pena sakral untuk menurunkan tulisan-tulisan. Setelah selesai disusun lalu diminta untuk amal cetak dan dibagi-bagikan kepada para penganut di berbagai daerah. Saya pikir, agar bisa dicetak lebih banyak untuk dibagikan kepada para umat, maka dengan sungguh-sungguh sayapun ikut berdharma-bhakti, pergi kemana-mana untuk mencari donatur. Berkat kepandaian saya berbicara, dalam waktu dua bulan promosi amal sudah berhasil dan terkumpul uang sebanyak tiga puluh ribu Yen lebih. Pada saat itu saya punya hutang kepada orang. Suatu ketika kreditor menagih dengan paksa, saya tak tahu bagaimana sebaiknya. Karena pada waktu itu saya memegang uang sebanyak 30.000 Yen lebih, maka saya pikir apa tak sebaiknya sebagian uang saya sisihkan sebanyak 12.456 Yen, selain untuk melunasi pinjaman, masih ada sisa sedikit untuk biaya hidup. Dalam hati, saya pikir tak ada orang lain yang mengetahuinya, tetapi batinku seperti mencela, hatiku merasa tak tenang terhadap Roh Suci yang menjadi Ketua Pengasuh Vihara kami. Tapi pada setiap acara Persinggahan Roh Suci dan Penurunan Tulisan melalui Pena Sakral, Roh Suci yang menjadi Ketua Pengasuh tidak menyinggung-nyinggung masalah uang yang saya korup itu. Tiga tahun yang silam, saya meninggal karena sakit maag yang serius, saya lalu dikawal dan ditahan oleh perwira berKepala Sapi dan Tampang Kuda. Pada saat itu, Roh Suci Ketua Pengasuh juga tampak di hadapanku dan menghardik diriku : "Sekilas pikiran yang melenceng, telah membuatmu tak insaf hingga ajalmu tiba. Karena berbagai faktor keadaan, sewaktu kau masih hidup, saya memang tak langsung menelanjangi kecuranganmu di hadapanmu. Para Roh Buddha dan Dewa turun singgah memberi wejangan, tak lain tujuannya menyadarkan orang untuk berbuat amal dan pantang berbuat jahat. Seluruh hakekat kebenarannya sudah termasuk tuntunan bagaimana caranya menjadi orang yang baik dan bagaimana cara membawakan diri di dalam masyarakat. Kamu banyak membaca wejangan para Suci namun ternyata ajaranNya tak kau pahami, maka patuh mendapat hukuman yang setimpal." Seraya berpesan pada petugas Neraka agar dilaporkan pada Yam Ong, untuk memperberat hukuman saya. Setibanya di Pemangku Kuasa Neraka, Yam Ong gusar sekali, terlebih dahulu saya dikawalnya untuk bercermin di depan Cermin Dosa sehingga tampak dengan jelas semua perbuatanku semasa hidup yang pernah mengkorupsi uang amal cetak kitab itu. Badanku sampai gemetar dan hatiku terperanjat melihatnya. Kemudian saya diserahkan kepada Raja Wu Kwan selaku Penguasa Astana Neraka Ke-4 untuk dihukum. Sebagai putusannya, saya dihukum masuk "Neraka Kumbang Beracun" selama 28 tahun, setelah itu masih diserahkan pula ke Astana Neraka Ke-5 untuk diproses lagi. Setiap hari saya mendapat siksa gigitan dan sengatan kumbang beracun, sekujur badan sakit dan gatalnya tak tertahankan, disana-sini bengkak-bengkak. Saya diincar dan dikerja terus oleh si kumbang, di dalam penjara yang sekecil ini tiada tempat untuk bersembunyi, saya menyesal semasa hidup masuk Perguruan Roh Suci, menjadi murid Roh Suci Ketua Pengasuh, tapi tak mematuhi nasehat dari Wejangan Suci. Meski hanya sekali berbuat kesalahan, namun sudah tak tertolong lagi. Saya berharap para siswa Vihara Perguruan Roh Suci yang ada di dunia, berhati-hatilah dalam bertindak dan bertutur kata. Mata langit takkan bisa dikelabui walau sekecil apapun kesalahan itu. Kini menyesal pun sudah terlambat, saya telah menyia-nyiakan binaan Roh Suci sebagai Ketua Pengasuh dan sesama umat yang membimbing saya, saya sungguh malu sekali.

Pejabat : Engkau masuk Perguruan Suci, tetapi tidak menuruti ajarannya, ini bisa dikatakan menipu Guru dan sesamanya. Pada yang di atas kau menyalahi Roh Suci Ketua Pengasuh, di bawah menyalahi orang yang keluar uang untuk beramal cetak. Tetapi Amal yang sejati takkan takut bertemu dengan Bhikku gadungan, orang yang beramal, begitu niat baiknya tergerak, takkan pupus pahalanya; (sekalipun uang yang diamalkan itu ditilap oleh Bhiksu gadungan), Orang yang tamak pada uang, bila niat jahatnya sudah tumbuh, maka dosa besar langsung menyertai badannya. Bagi orang yang masuk Perguruan Suci, urusan uang harus beres sama sekali, sekalipun nilainya hanya sepeser. Jika tidak, berarti menodai pantangan Perguruan Suci, kelak di Neraka sana, akan dihukum lebih berat, umat di dunia harus waspada!

Menjadi "Sampah" dalam Perguruan Suci, tak beres dalam urusan uang, merusak kebersihan namanya, dosanya amat besar. Hukum Neraka menggolongkannya sebagai dosa yang tak terampuni. Orang yang membina di Jalan KeTuhanan haruslah menjaga pantangan dan kedisiplinan, agar tidak terperosok menderita di dalam Neraka, sehingga di kemudian hari dihukum tumimbal lahir di jalur makhluk dari empat bentuk kelahiran, ingin menyesalpun sudah terlambat.

No comments:

Post a Comment