31 January 2010

Melawat ke Kuil Dewa Pemangku Wilayah Kota Menyaksikan Keadaan Arwah Manusia Setelah Meninggal

Artikel ini sebenarnya saya sadur dari Buku Melawat Ke Alam Neraka, hasil terjemahan dari kitab “Ti Yi You Ci”. Dan saya persingkat, karena kitab ini sangat tebal. Saya hanya mengambil inti-intinya saja. Kitab ini dibuat atas titah Yang Maha Mulia Giok Hong Tai Tee (Kaisar Jade, Penguasa Tertinggi Centra Langit). Mungkin di antara para pembaca ada yang tidak percaya adanya hal ini. Tetapi saya hanya berharap Anda semua memikirkannya, agar kita tidak terperosok ke Alam Neraka, jika ternyata hal ini benar-benar ada. Saya hanya ingin membagi apa yang telah saya baca. Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada Team Penterjemah Ci Hua Thang, Yayasan Dharma Abadi Semarang. Kepada Para Buddha dan Bodhisatava, serta Para Dewa dan Roh Suci. Kitab ini berisi perjalanan Mediator Utama yang memegang Pena Sakral bernama Yang Sheng dengan dibimbing oleh Budha Hidup Ci Kung ke Alam Neraka.

Tujuan dari pembuatan kitab ini adalah untuk mengingatkan manusia akan keadaan neraka, agar manusia bisa mempunyai gambaran tentang tragisnya keadaan arwah berdosa di alam neraka, dan akhirnya menjadi sadar.

Semoga artikel ini berguna untuk kita semua. Saya mohon maaf jika ada kesalahan dalam menyadur.

Babak ke 41
Melawat ke Kuil Dewa Pemangku Wilayah Kota
Menyaksikan Keadaan Arwah Manusia
Setelah Meninggal

"Urusan duniawi susul menyusul memakan usia,
Usia manusia tak menentu bak bayangan cahaya lilin yang redup,
Udara dingin paling takut dengan hujan gerimis yang lembut,
Ikatan batin kasih sayang sekali berpisah untuk selamanya,
dipanggil-panggil dalam mimpipun takkan bisa kembali lagi."

Betapa singkat kehidupan manusia itu dan bersifat sementara, kalau sudah berpikir demikian, lalu apa gunanya terlalu serius akan segala macam urusan duniawi? Selama nafas masih dikandung, raga ini bisa berbuat apa saja, namun jika ajal datang menjemput, terhentilah segala aktivitas dan urusan yang berhubungan dengannya! Harta kekayaan, anak dan cucu sudah tak ada lagi, rumah gedung pun cuma bisa dipinjam untuk beberapa hari saja, setelah itu dihantarkan oleh anak cucu sampai ke luar daerah yang sepi dan tak terurus di sebuah gundukan tanah, apa sebenarnya yang diperoleh manusia?

Betapa panjangnya bentangan jalan Alam Baka, betapa pula kelamnya hari-hari berkesudahan? Itulah tempat terakhir kepergian kehidupan manusia. Umat di dunia hanya tahu setelah seseorang meninggal akan menuju ke neraka, namun tak tahu keadaan setelah kematian.

Ramai sekali orang di dalam kuil Dewa Pemangku Kota (Sheng Huang Bio) ini, banyak kurir yang naik kuda berjalan hilir mudik, orang awam dari dunia takkan bisa melihatnya.

Astana ini membawahi kota Tai Chung, mengurus orang dunia yang ada dalam wilayah Kota, bertugas untuk memantau. Banyak orang di dunia yang belum mengetahui tugas pekerjaan Markas Pemangku Kota. Markas Pemangku Kota ibarat kantor polisi di dunia, khususnya bertanggung jawab meronda dan memantau gerak-gerik orang di dunia, sedangkan keberadaan kuil Dewa Hok Tik Ceng Seng ibarat pos jaga polisi, menginduk (di bawah kekuasaan) pada Markas Pemangku Kota, sistem pertanggung jawabannya berdasarkan hirarki. Setiap ada orang yang sudah saatnya tutup usia, kurir dari kuasa neraka datang dengan membawa surat perintah melapor ke markas kami lebih dahulu, lalu diantar petugas dari markas kami pergi ke Pemangku Wilayah Hok Tik Ceng Seng, bergabung bersama pergi ke rumah keluarga bersangkutan untuk membawa pergi orang tersebut.

Bagaimana perlakuan para kurir terhadapa orang baik dan orang jahat yang dibawanya?
Kurir dari kuasa neraka apakah dia itu Perwira Kepala Sapi dan Tampang Kuda, atau si Hitam dan si Putih, setiap kali pergi ke rumah keluarga orang baik, cukup dengan sekali tepuk saja ia akan tak sadarkan diri, lalu dituntunnya pergi, sedangkan terhadap orang jahat, maka ditangkap dan tangannya diborgol, diperlakukan layaknya seorang pesakitan di dunia, lalu dibawa sampai ke Markas Pemangku Kota untuk melapor, nama pada kependudukan dunia lalu dihapus, dan dimasukkan ke dalam kependudukan roh halus.

Terhadap orang baik dan pembina jalan keTuhanan, apakah ada perlakuan khusus?
Ada, barang siapa semasa hidup banyak berbuat kebaikan, diam-diam banyak memupuk amal, kurir neraka hanya pergi ke Markas Pemangku Kota memberi tahu akan menjemput orang, orang tersebut lalu dibimbing oleh malaikat keberuntungan kembali ke kuasa neraka. Jika amal jasa keTuhanannya besar, maka akan dibimbing oleh Guru pujaannya, ada pula yang pergi ke neraka mengurus berbagai prosedur administrasi, ada pula yang pergi ke Sembilan Pos Penguji Kepositifan untuk mengikuti ujian, bagi yang telah mencapai kesempurnaan jiwa, pada umumnya langsung dibimbing naik ke surga.

Jika agama yang dianut berbeda, apakah cara kembali ke surga juga tak sama?
Walaupun agama yang dianut berbeda, namun hakekat kebenaran tetap satu, jika ingin naik ke alam yang berada di atas, setidaknya semasa hidup bisa berprilaku Jalan Tengah, tak berat sebelah, tak terikat terhadap sesuatu, kalau tidak, maka perjalanan naik ke surga akan terhambat, tak bisa leluasa dan lancar.

Pembina jalan keTuhanan di dunia paling pantang terhadap kekukuhan hati, pemboikotan, menyingkap kesalahan orang, melakukan pembenaran atas dirinya, jika ada pelanggaran di antara itu, berarti di hatinya sudah timbul rasa dengki, atau suka menang sendiri, sudah kehilangan keseimbangan, maka semuanya akan dijebloskan ke neraka untuk menerima gemblengan lagi.

Bagaimana keadaan sesungguhnya roh orang yang meninggal itu meninggalkan raganya?
Saat menjelang ajal tiba, biasanya ada tanda-tanda sebelumnya, yaitu sakit, mengapa sakit? Karena jika seseorang mau tutup usia, layaknya sebuah pohon mau jatuh. Sebelumnya daun-daun layu dan rontok, dan begitu tertiup angin kencang, akan segera tumbang. Manusia begitu dilahirkan, sudah dimasukkan dalam catatan cacah jiwa di kuasa neraka, cacah jiwa itu ibarat sebuah pohon. Wujud dan bayangan orang di dunia, semuanya tertampak dalam "Pohon bentuk asli" yang terdapat di kuasa neraka, begitu pohon itu ada kelainan, pertanda batas usia orang tersebut sudah akan tiba. Maka pejabat di neraka akan memeriksa buku "Catatan Kelahiran dan Kematian", begitu saatnya tiba, maka kurir neraka dengan membawa surat perintah langsung pergi ke alam dunia untuk merenggut nyawa orang. Saat kurir dari neraka tiba, itulah saat tumbangnya pohon yang layu, maka lalu dinyatakan mati. Roh bersemayam di dalam tubuh manusia selama beberapa puluh tahun, ibarat dahan dan ranting menyatu dengan pohon, terjadi proses asimilasi. Kini roh sudah akan meninggalkan raga, ibarat dahannya akan putus namun kulitnya masih kontal-kantil, seperti kura-kura akan lepas dari tempurungnya, merasakan sakit yang tak kepalang. Bentuk kematian orang tak sama satu dengan yang lainnya, ada yang menggertak gigi, ada yang wajahnya melotot, mukanya berubah sama sekali. Ini tergolong gejala meronta, pertanda rasa tak terima, benci, marah, dan takut, semuanya merupakan ajal yang karmanya agak berat atau kematian yang tak wajar. Tapi jika raut mukanya damai, seperti sedang tidur, rupa wajah kematiannya bak seperti masih hidup, ini pertanda roh dalam keadaan damai, jalan pulangnya lapang dan terang, pertanda orang yang ada amal kebajikan.

Terhentinya pernapasan seseorang belum bisa langsung dinyatakan meninggal, contohnya seperti sebuah "baterai", jika bola lampunya tak menyala, bukan berarti daya listriknya sudah habis, bisa jadi masih tersisa, namun dayanya lemah, karena terlalu lemah, maka tak bisa menyala. Karena itulah, terhentinya pernapasanan seseorang, seyogianya dianggap dalam keadaan "koma", pada saat itu, roh (kesadaran) orang itu belum sama sekali meninggalkan jasadnya, napasnya selembut benang, karena beban kemelekatan egonya selama sekian tahun, maka walau orangnya mati, namun hatinya tak mati, bak dalam mimpi dan ilusi, perasaan dan kesadarannya masih tetap ada, hanya saja tak bisa berkata, pada saat ini, anak cucu sebaiknya membisiki almarhum untuk menghibur, dengan suara lirih berkata padanya : "Silahkan pergi dengan rasa lega, segala sesuatu di sini, kami bisa mengaturnya dengan baik, tak perlu khawatir." Dengan demikian akan membantu kelancaran perjalanannya ke alam Baka, agar tak merasa berat dan menderita untuk meninggalkan. Bagi yang beragama Buddha, bisa menyebut nama "Amitabha Buddha", sedangkan yang beragama Taois bisa menyebut nama "Yang Mulia Thai Yi Ciu Khu Thian Cun", masing-masing bisa mengucapkannya menurut kepercayaannya sendiri, karena para Buddha, Dewa, Nabi semuanya ada di alam atas, dengan mengucapkan demikian, bisa membantu menenangkan hati yang meninggal, tak takut pulang ke Alam Baka, sebab orang yang meninggal pada saat itu hati dan pikirannya dalam keadaan kurang sadar, seperti berjalan di malam hari. Jika dibantu dengan menyebut nama Buddha, Dewa, atau Nabi, akan menambah keberaniannya, maka roh asalnya akan mantap, tak sampai menderita dan ketakutan. Selama masa berkabung, anak cucunya yang di dunia lebih baik bervegetarian dan berpakaian polos serba sederhana, berpantang makan daging, minum minuman keras, bersanggama dan bersenang-senang, dengan demikian akan mengharukan Dewa Sheng Huang (Dewa Pemangku Wilayah Kota), dan dilaporkan Yam Ong untuk dimintakan keringanan atas dosa-dosa yang diperbuat semasa hidupnya. Dalam hal ini sebagai putra-putrinya tak boleh lalai dan mengabaikan, ini juga merupakan cara membalas budi orang tua.

No comments:

Post a Comment