19 May 2009

Memaafkan Itu Indah

Ketika aku membaca buku yang berjudul “Mencinta Hingga Terluka”, aku berpikir bahwa Tuhan selalu ada di hati kita masing-masing. Dalam buku tersebut diceritakan banyak kisah-kisah mereka yang berhasil ditolong oleh Tuhan melalui tangan-tangan manusia dengan cara yang berlainan. yang menurutku, Tuhan membantu kita dengan cara yang paling cocok dengan individu masing-masing. Seperti beberapa kejadian yang aku alami di bawah ini.

Semasa kecil aku tinggal di kota kelahiran mamaku yaitu kota Cianjur. Yang menurutku merupakan kota yang penuh kenangan dan indah. Walaupun kehidupan masa kecilku tidaklah terlalu bahagia. Tapi aku dikelilingi oleh kakek, nenek, mama, adik-adikku, juga sepupu-sepupu yang menyayangiku. Merekalah yang membuat aku kuat menghadapi segala kesusahan yang aku alami saat itu. Papaku adalah seorang yang temperamental, egois, suka main perempuan, suka berjudi, suka ringan tangan, dan juga pemalas. Sifat-sifatnya sangat, sangat tidak aku sukai. Aku anak pertama. Aku adalah anak yang selalu membantah jika aku melihat sesuatu yang menurutku tidak benar. Sering kali aku melihat papa memarahi mama, bahkan dengan melempar sesuatu ke arah mama. Aku marah sekali, aku tidak berpikir bahwa aku adalah anak perempuan yang bagaimanapun pasti kalah jika melawan lak-laki, aku menantang papa. Sehingga aku menjadi sasaran kemarahan papa. Papa memukuli aku. Aku benci papaku. Dan papa membenciku. Setiap kali kami bertemu selalu terjadi pertengkaran yang berbuntut kekerasan yang dilakukan papa kepadaku. Aku tetap tidak perduli. Kadang kami bertengkar pagi hari saat sebelum aku berangkat sekolah, sehingga teman-teman melihat wajah dan tanganku memar-memar. Aku menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh teman-teman dan guru-guru sekolahku dengan jawaban bahwa aku terjatuh. Aku tahu mereka tidak terlalu percaya dengan jawabanku. Tetapi aku bersyukur mereka tidak bertanya banyak. Dengan perlakuan itu, sifatku menjadi keras, kasar, senang berkelahi dengan laki-laki. Aku hanya mau mendengar nasehat mama. Mama berusaha untuk memisahkan kami. Jika papa ada di rumah, mama menyuruhku pergi ke rumah nenek. Bertahun-tahun aku alami ini. Waktu itu, aku mulai sering pergi ke Vihara. Aku aktif dalam setiap kegiatan-kegiatan di Vihara. Setiap hari aku berdoa pada Tuhan, semoga semua keadaan ini bisa berubah. Aku tak tahu Tuhan membantuku dengan cara bagaimana. Tapi aku percaya Tuhan membantuku. Ketika kelas dua SMP mama dan papa bercerai. Setelah remaja, aku mulai membenci makhluk yang bernama laki-laki. Aku berpakaian seperti layaknya laki-laki. Kadang mama membelikan aku pakaian perempuan, tak pernah kupakai. Aku merasa seperti laki-laki memakai pakaian perempuan. Kebencianku pada papa bertahan sampai aku mulai kuliah. Aku kuliah di Jakarta. Aku sering bergonta ganti pacar. Menurutku mereka (laki-laki, red) semua sama saja. Aku tak mau jatuh cinta, aku tak suka jatuh cinta, dan aku tak berniat untuk jatuh cinta. Biasanya aku hanya bertahan selama satu atau dua bulan dengan mereka. Kalau ada yang menurutku kelakuannya baik, bisa lebih dari itu mungkin bisa bertahan selama enam bulan. Karena dia bisa menghibur aku. Aku lebih suka berteman dengan mereka daripada memacari mereka. Papa sering mencariku, aku sebenarnya tidak suka menemui papa. Tetapi mama selalu menasehatiku, walau bagaimana dia adalah papaku. aku berpikir benar juga. Aku mulai bisa memaafkan papa. Dan papa sering ke tempat kerja dan tempat kost-ku. Ternyata memaafkan itu membuatku berpikir, semua kejadian yang telah terjadi sudah membuatku menjadi anak yang tegar dan kuat menghadapi semua masalah.

Aku pernah mencintai seorang laki-laki. Walaupun berkali-kali dia menyakitiku. Aku selalu memaafkannya. Aku berpikir, kalau aku memiliki dendam atau membencinya, aku tak bisa menjalani hidup ini. Hanya saja, aku tak bisa menghadapi rasa sakit yang kurasakan. Aku hanya bisa berdoa. Tetapi lagi-lagi Tuhan membantuku. Di saat aku jauh dari mama dan adik-adikku, aku dibantu oleh seorang laki-laki yang sekarang menjadi suamiku. Berkat dia aku bisa bangkit kembali. Aku bisa menjalani hidup dengan kuat.

Suamiku adalah ayah yang baik bagi anak-anakku. Walaupun ia sering menyakitiku, tetapi aku selalu memaafkannya. Aku bersyukur Tuhan memberiku anak-anak yang begitu baik dan mengerti akan kesusahan mamanya. Dalam kesusahan ini aku diberi banyak teman-teman yang setiap hari selalu menghiburku. Ini membuatku bisa menghadapi semua kesusahan dengan selalu tertawa. Setiap malam aku berdoa, semoga semua penderitaan ini bisa berakhir. Aku tak tahu apa ini jawaban dari doa-doaku selama ini. Semoga saja……..

Dua tahun lalu aku pernah mengalami kecelakaan. Aku ditabrak oleh motor yang dikendarai oleh seorang pengantar catering, tepat di depan kantorku. Kejadiannya, aku telah sampai di depan kantor tempatku bekerja. Ketika aku sedang memarkir motorku, tiba-tiba datang sebuah motor yang sedang mengebut dari arah sebelah kiriku lalu menabrakku. Aku tidak tahu persis kejadiannya. Aku hanya mendengar cerita dari teman-temanku. Setelah ditabrak, aku pingsan. Lalu aku dibawa oleh teman-temanku ke rumah sakit terdekat. Sampai di rumah sakit aku baru ditangani oleh dokter setelah empat jam aku menunggu. Aku hanya bisa berdoa terus menerus. Selama aku berdoa, rasa sakitku berkurang. Setelah empat jam menunggu akhirnya dokter spesialis bedah tulang datang. Langsung aku dipindahkan ke ruang operasi. Aku tidak tahu lukaku seperti apa. Aku tidak mau melihatnya, aku tidak suka darah. Aku dibius lokal dan diberi obat tidur. Selama empat jam operasi berjalan, aku ditunggui oleh teman dan adikku. Setelah siuman aku baru dipindahkan ke kamar kelas dua. Di kamar itu ada dua lagi pasien. Aku pikir, lumayan nih, jadi tidak kesepian. Tetapi ternyata besoknya mereka pulang. Aku sendirian di kamar itu. Suamiku datang pagi saat akan pergi ke kantor dan sore hari sesudah pulang dari kantor dengan anak-anakku. Setiap kali suamiku datang selalu menggerutu soal biaya rumah sakit. Aku pikir, siapa sih yang ingin tertimpa musibah. Suamiku menggerutu seakan-akan aku yang minta ditabrak. Aku setiap hari berdoa dan berharap kepada Tuhan, agar aku diberi jalan. Beruntung selama aku di rumah sakit, setiap hari ada saja teman yang menemani aku, jadi aku tidak kesepian sendiri. Dan sepertinya Tuhan tidak hanya memberi bantuan itu saja. Dia Maha Penolong. Asuransi yang baru satu bulan aku ambil ternyata mengcover biaya rumah sakit, biaya operasi dan obat-obatan sebesar seperempatnya dari biaya keseluruhan yang harus aku tanggung. Aku berkata, "uang segitu masih kurang". Keesokan harinya, pihak asuransi menghubungi suamiku, mereka mengatakan ada kesalahan hitung. Ternyata pihak asuransi mengcover setengahnya dari biaya keseluruhan. Aku berterima kasih pada Tuhan. Sedang bosku menyumbang hampir setengahnya. Ada dua orang klienku yang menyumbang. Akhirnya semua biaya itu tercover semua.

Dari kejadian-kejadian di atas, aku menjadi lebih mengerti apa artinya hidup, dan aku lebih berani dan lebih tegar.

No comments:

Post a Comment