11 August 2009

Melawat ke Sub Seksi Neraka Kelaparan

Artikel ini sebenarnya saya sadur dari Buku Melawat Ke Alam Neraka, hasil terjemahan dari kitab “Ti Yi You Ci”. Dan saya persingkat, karena kitab ini sangat tebal. Saya hanya mengambil inti-intinya saja. Kitab ini dibuat atas titah Yang Maha Mulia Giok Hong Tai Tee (Kaisar Jade, Penguasa Tertinggi Centra Langit). Mungkin di antara para pembaca ada yang tidak percaya adanya hal ini. Tetapi saya hanya berharap Anda semua memikirkannya, agar kita tidak terperosok ke Alam Neraka, jika ternyata hal ini benar-benar ada. Saya hanya ingin membagi apa yang telah saya baca. Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada Team Penterjemah Ci Hua Thang, Yayasan Dharma Abadi Semarang. Kepada Para Buddha dan Bodhisatava, serta Para Dewa dan Roh Suci. Kitab ini berisi perjalanan Mediator Utama yang memegang Pena Sakral bernama Yang Sheng dengan dibimbing oleh Budha Hidup Ci Kung ke Alam Neraka.

Tujuan dari pembuatan kitab ini adalah untuk mengingatkan manusia akan keadaan neraka, agar manusia bisa mempunyai gambaran tentang tragisnya keadaan arwah berdosa di alam neraka, dan akhirnya menjadi sadar.

Semoga artikel ini berguna untuk kita semua. Saya mohon maaf jika ada kesalahan dalam menyadur.

Babak ke 12
Melawat ke Sub Seksi Neraka Kelaparan


“Melantunkan sebuah lagu berjudul ‘Menanti angin musim semi’ dengan merdunya,
Menari dengan menggoyang-goyangkan pinggul, tanpa disadari kakinya menginjak serangga, Dalam pergaulan hidup sikap manusia terhadap sesamanya meski dikatakan sebagai beradab atau pencerahan humariora, Namun ironisnya pada sisi lain malah terdapat banyak jalan remang-ramang.”

Note: humaniora = ilmu pengetahuan yang dianggap bertujuan membuat manusia lebih manusiawi, berbudaya; seperti teologi, filsafat, ilmu hukum, ilmu sejarah, filologi, ilmu bahasa, kesusastraan, & ilmu-ilmu kesenian.

Daerah ini seperti padang belantara, tidak tampak seorang manusiapun. Tak jauh dari sini, melewati sebuah bukit kecil, ada Neraka Kelaparan. Roh yang masuk ke Neraka ini masuk melalui jalan kecil yang terletak di sebelah kiri. Roh-roh itu berjalan dikawal oleh si Kepala Sapi dan Tampang Kuda menuju ke Neraka Kelaparan. Perwira berKepala Sapi ini buruk rupa dan tampangnya menakutkan, tangannya menggenggam rantai besi dan tombak besi.


Jalanan ini berkerikil semua, lagipula permukaan banyak berlubang, dan digenangi air. Sangat sulit jalannya, telapak kaki serasa ditusuk-tusuk. Di depan tampak dua Perwira lagi sedang mengawal wanita yang dandanannya seperti nyonya kaya, tapi tangannya diborgol rantai besi. Di dunia ini banyak keluarga kaya raya, hidupnya bersenang-senang secara berlebihan, tak menyayangi hasil padi-padian (gandum, beras, sekoi, jawawut, kacang), seenaknya membuang nasi dan sayuran, atau makan terlalu kenyang, maka kini dikurung dalam Neraka Kelaparan, biar ia merasakan apa yang namanya kelaparan.

Bukit ini tidak begitu tinggi, namun pohonnya lebat dan subur, masih ditumbuhi pula gelagah perumpung (rumput yang tingginya mencapai 2 meter, batangnya beruas-ruas), dan banyak tumbuhan sejenis rotan. Keadaannya sama persis dengan bukit yang terdapat di dunia, di atas bukit hanya ada sebuah jalanan kecil yang lebarnya hanya bisa dilewati 3 orang. Setelah melewati bukit ini akan terlihat “Neraka Kelaparan” yang berada di kaki bukit ini. Sekelilingnya dipagari tembok beton, beratap warna hitam kecoklatan. Huruf “Sub Seksi Neraka Kelaparan” dipahat cekung di atas papan, tak begitu jelas. Di kanan-kiri pintu dijaga oleh Prajurit dan Perwira, terhukum perempuan yang dikawal tadi telah masuk ke dalam dengan menunjukkan kartu bukti.

Sub Seksi Neraka ini termasuk Wilayah kekuasaan Astana Kedua dan dinamakan Neraka Kelaparan. Lebar setiap sel sejajar sel penjara di sini hanya muat 3 dipan saja, setiap orang yang berada di dalamnya walau berpakaian bagus, badannya malah kurus, mukanya pun pucat pasi dan tak hentinya merintih.
Mereka kebanyakan semasa hidupnya sebagai usahawan, sandang pangan berkecukupan, sekali keluarkan uang ribuan dolar, tiada sayang. Tetapi terhadap pengemis atau orang miskin sama sekali tak punya rasa kasihan. Setelah meninggal semuanya terperosok masuk di sini.

Dipanggillah seorang roh pria berdosa untuk bercerita. Semasa hidup di dunia, dia membuka pabrik, karena usaha lancar, maka dia mendapat banyak keuntungan. Demi keperluan bisnis, tiap hari dia sering mengadakan kontak sosial dan jamuan makan, keluar masuk restoran sudah seperti ke dapur rumah sendiri, makan, minum, bermain, bersenang-senang, menjadi kesukaannya. Sekali makan bisa menghabiskan uang puluhan ribu, tetapi tak merasa sayang; sebaliknya terhadap kesejahteraan karyawan sendiri, tiada rasa belas kasihan sama sekali, sehingga karyawan sering mengeluh. Jangankan berbuat amal, apabila ada pengemis minta uang atau famili dan teman-teman yang miskin ke rumah mau meminjam uang, dia selalu berpesan kepada pembantunya untuk mengatakan bahwa dia tidak di rumah, tapi menu masakan di rumah selalu yang enak, lezat-lezat dan mahal, tiada berhemat sedikitpun; di luar, dia masih menyimpan banyak wanita simpanan, masing-masing disediakan rumah tinggal tersendiri, tiap bulan menanggung ongkos hidup puluhan ribu Yen untuk para selirnya.

Dua tahun yang lalu dia meninggal karena penyakit darah tinggi dan lalu dihukum ke “Neraka Kelaparan”, meskipun dia mengenakan setelan jas tetapi tiada makanan enak yang bisa dmakan. Dalam satu minggu hanya diberi makan sekali, berupa bubur campur sayuran. Setelah tiga hari dia pingsan karena kelaparan, namun disadarkan oleh si Kepala Sapi dan Tampang Kuda dengan menyiram Air Mengembalikan Roh ke badan, sungguh menderita sekali. Dia sudah tak bisa menahan perutnya yang lapar. Diri sendiri berbuat diri sendirilah yang menanggung, siapa yang menyuruh hidup enak dan bersenang-senang. Lalu disuruh keluarlah roh wanita dosa tadi untuk bercerita. Semasa hidup, dia adalah istri orang kaya, suaminya membuka perusahaan pembangunan, ahli di bidang bangunan rumah. Mereka menjadi kaya, dari rumah yang kecil pindah ke rumah gedung. Karena banyak uang, lama kelamaan mereka terjangkit kebiasaan buruk, belajar main mahyong hingga siang-malam, hanyut dalam judi, pekerjaan rumah tangga diterlantarkan. Di samping itu, dia sering mengajak teman-teman pergi ke nite club berdansa, atau pergi keluar makan malam, selama hidup, hanya makan, minum, judi, dan berfoya-foya, tak pernah sedikitpun mau menghemat uang. Terhadap usaha menolong orang miskin atau usaha amal, dia tak pernah memberikan uang. Setelah meninggal, Yam Ong tanpa ampun, menghukumnya kemari. Roh wanita dosa ini kelaparan sampai tak bisa tahan, sehingga memasukkan jari tangannya ke mulut untuk digigit.
Jika semasa hidupnya di dunia sembarangan menyia-nyiakan dan membuang makanan sesukanya, tak menyayangi padi-padian; menghamburkan-hamburkan uang tak berhemat; uang yang dimiliki hanya dipakai sendiri untuk hidup bersenang-senang; tidak diamalkan kepada orang miskin dan orang yang sedang susah, atau disumbangkan kepada usaha kesejahteraan umum; atau pria yang setelah kaya meninggalkan istrinya yang tadinya sama-sama susah, lalu di luar membangun rumah lagi untuk mencari kehangatan hidup bersama wanita simpanan; atau wanita yang menjadi terkenal namanya, seperti bintang penyanyi pada masa kini, begitu naik daun, lantas memandang rendah pria atau suami sendiri dan minta cerai, hidup bersenang-senang, mengejar kemegahan serta kemasyuran nama dan lain sebagainya.

Setiap orang yang menjadi kaya lalu imannya berubah, maka akan timbul prilaku yang rendah budi, setelah meninggal tanpa kecuali semuanya terperosok ke Neraka menerima siksa. Berharap pada orang-orang yang menikmati hidup kaya, bergelimangan dalam kemegahan dan kemashuran lahiriah di dunia, mau mengamalkan uangnya untuk menolong sesamanya.

Janganlah hidup terlalu royal dan mewah. Ingatlah, jika tahunya hanya makan, minum, main, dan bersenang-senang, setelah rejeki habis maka kemalangan yang akan menyusul. Ketahuilah, pada kelahiran ini bisa menikmati hidup kaya dan bergelimangan dalam kemegahan, kemashuran lahir di dunia, adalah merupakan balasan rejeki dari hasil pemupukan amal kebajikan pada kelahiran dulu. Jika di saat kaya tak berprilaku sewenang-wenang, lagi pula memupuk kebajikan dan melakukan kebaikan, membantu orang mengatasi kesusahan, banyak menolong orang yang sedang terdesak oleh keadaan atau dalam kesusahan; atau menyumbang cetak kitab kebajikan untuk menasihati umat, setelah meninggal, tidak saja meninggalkan nama harum, rohnya pun bisa bebas dan naik ke Surga.

No comments:

Post a Comment