24 August 2009

Siluman Pemangsa Amarah

Yang jadi masalah dengan kemarahan adalah bahwasanya kita menikmati marah. Ada sejenis kecanduan dan kenikmatan besar sehubungan dengan pelampiasan kemarahan. Dan kita tak ingin membiarkan sesuatu yang kita nikmati berlalu begitu saja. Bagaimanapun juga, ada juga bahaya dalam kemarahan, suatu konsekuensi yang lebih berat daripada kesenangannya. Jika saja kita menyadari buah dari kemarahan, dan selalu ingat hubungannya dengan kemarahan, kita akan rela membiarkan kemarahan berlalu.

Di sebuah alam, pada zaman dahulu kala, sesosok siluman masuk ke istana ketika raja sedang pergi. Siluman itu sangat buruk rupa, baunya sangat tidak sedap, dan apa pun yang dia katakan begitu menjijikkan sampai-sampai para pengawal dan pekerja istana terpaku dalam kengerian. Karena itu, si siluman seenaknya saja melenggang masuk, menuju aula pertemuan kerajaan, dan mendudukkan dirinya di singgasana raja. Melihat siluman itu dengan kurang ajarnya duduk di singgasana raja, para pengawal dan pekerja lainnya menjadi tersadar dari keterpakuan mereka.

"Keluar dari sini!" bentak mereka. "Kamu tidak boleh duduk di situ! Jika kamu tidak angkat pantat sekarang juga, kami akan tebas kamu dengan pedang!"

Karena mendapatkan sedikit kata-kata amarah ini, siluman itu membesar beberapa inci, tampangnya bertambah jelek, tambah bau, dan omongannya makin jorok saja.

Pedang-pedang dihunus, golok dikeluarkan dari sarungnya, ancaman telah dinyatakan. Di setiap perkataan atau perbuatan yang dipenuhi oleh amarah, bahkan di setiap pikiran marah pun, siluman itu menjadi tambah besar, tambah buruk, tambah bau, dan tambah kotor makiannya.

Pertempuran sudah berlangsung beberapa saat ketika sang raja tiba. Dia melihat ada siluman raksasa yang sedang duduk di atas singgasananya. Dia belum pernah melihat sesuatu yang jeleknya minta ampun seperti itu, bahkan tidak di bioskokp sekalipun. Bau busuk yang tertebar dari tubuh siluman itu bahkan bisa membuat belatung jatuh sakit. Dan sumpah-sumpahnya bahkan lebih parah daripada yang pernah Anda dengar di bar-bar terkumuh pada malam minggu yang berjubel pemabuk.

Sang raja adalah seorang yang bijaksana. Makanya dia jadi raja, dia tahu apa yang harus dilakukan.

"Selamat datang," sapa sang raja dengan hangat. "Selamat datang di istana saya. Sudahkah seseorang menyuguhkan minuman untuk Anda? Atau makanan?"

Karena sedikit ungkapan yang lembut itu, tubuh si siluman mengecil beberapa inci, keburukannyha berkurang, baunya berkurang, dan kekasarannya berkurang.

Para armada istana cepat tanggap dengan maksud sang raja. Seseorang lalu bertanya kepada siluman itu apakah dia mau secangkir teh. "Kami punya Darjeeling, English Breakfast, atau Earl Gray, Atau barangkali Anda lebih suka pepermin? Itu bagus untuk kesehatan Anda, lho." Yang lainnya menelepon untuk memesan pizza, family size, untuk siluman segede itu, sementara yang lainnya membuatkan sandwich, dengan "ham setan" tentunya. Seorang prajurit memijat kaki si siluman, dan yang lain memijati lehernya. "Mmmm...enak sekali," pikir si siluman.

Karena setiap perkataan, perbuatan, dan pikiran yang baik itu, tubuh si siluman terus mengecil, berkurang buruknya, berkurang bau dan kekasarannya. Sebelum pengantar pizza datang dengan antarannya, si siluman sudah susut ke ukuran semula ketika pertama kali dia datang dan duduk di singgasana raja. Tetapi para penghuni istana tak berhenti berbuat baik. Segera saja siluman itu menjadi begitu kecilnya sampai sulit dilihat lagi. Lalu setelah satu lagi perbuatan baik dilakukan, dia benar-benar lenyap tak berbekas.

Kita menyebut monster seperti itu sebagai "siluman pemangsa amarah."

Suatu kali pasangan Anda dapat menjadi "siluman pemangsa amarah". Marahlah kepada mereka, dan mereka akan bertambah parah--tambah jelek, tambah bau, tambah galak kata-katanya. Masalah yang ada menjadi bertambah besar setiap kali Anda marah kepada mereka, meskipun cuma di dalam pikiran saja. Barangkali sekarang Anda bisa menyadari kesalahan Anda dan tahu harus berbuat apa.

Rasa sakit adalah "siluman pemangsa amarah" lainnya. Ketika kita berpikir dengan marah, "Hei, sakit! Enyahlah dari sini! Kau tak diizinkan!" rasa sakit akan tumbuh seinci lebih besar dan lebih parah dengan cara yang berbeda. Memang sulit untuk bersikap baik kepada sesuatu yang begitu buruk dan garang seperti rasa sakit, tetapi ada masa-masa dalam hidup kita, ketika kita tak punya pilihan lain. Seperti saat sakit gigi, kalau kita menyambut rasa sakit, dengan sungguh-sungguh, dengan tulus, rasa sakit akan menjadi lebih kecil, berkuranglah masalahnya, dan suatu ketika akan lenyap sama sekali.

Beberapa jenis kanker adalah "siluman pemangsa amarah", monster buruk dan menjijikkan yang duduk di dalam tubuh kita; "singgasana" kita. Lumrah kalau kita berkata, "Enyahlah dari sini! Kau tak diizinkan!" Ketika satu dan lain cara gagal, atau bahkan lebih dini dari itu, semoga kita dapat berkata, "Selamat datang." Beberapa jenis kanker diperparah dengan stres--itulah sebabnya mereka menjadi "siluman pemangsa amarah". Kanker semacam itu tahu diri ketika "raja istana" dengan berani berkata, "Kanker, pintu hatiku terbuka penuh untukmua, apa pun yang kamu lakukan. Masuklah."

No comments:

Post a Comment